Assalamu'alaikum Warohmatullohi wabarokatuh !
Selamat Datang & Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Di Situs Kami
Untuk Order Cepat SMS/WA Kami ke 085710543828 Format Pemesanan Ketik: Psn#NamaProduk#Jumlah#Nama#AlamatLengkap#NoHP#Bank
Sebelum belanja di Toko Online Kami, ada baiknya agar Anda membaca terlebih dahulu menu CARA PEMESANAN & CARA PEMBAYARAN. Kami Menjamin RAHASIA ANDA, setiap Paket yang kami kirim tertutup rapat untuk umum. Harga yang Kami cantumkan di Situs ini adalah Harga Eceran. Untuk Harga GROSIR silahkan Hubungi Kami via Pin BB: 53539271, via Telp: 085217805323, via E-mail: walafan@gmail.com atau SMS ke 085710543828
Tampilkan postingan dengan label Artikel Islami. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Islami. Tampilkan semua postingan

PEREMPUAN SHOLIHAH VS PEREMPUAN TOLEH-AH


Ilustrasi yang paling tepat mengibaratkan perempuan sholihah (Muslimah) adalah perhiasan atau barang mahal.

Barang Mahal memiliki ciri-ciri:

HUKUM SHALAT JUM'AT BAGI KAUM WANITA

Shalat Jumat bagi Wanita

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Ustadz

Teman saya pernah mengikuti pengajian di Majelis Tafsir Al-Quran di daerah Maguwoharjo, Sleman, Jogja, dan mendapat ilmu bahwa kaum wanita apabila shalat Jumat bisa dilakukan di rumah sebanyak 2 rakaat yang dilanjutkan 2 rakaat sunah ba’diyah.

Apakah memang ada hadisnya?

Syukron. Wassalam

Dari: Ita

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah

Terkait hukum Jumatan bagi wanita, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan:

Pertama, ulama sepakat bahwa wanita tidak wajib melaksanakan shalat Jumat, meskipun dia tidak sedang safar, dan tidak ada udzur apapun.

Ibnul Mundzir dalam kitab kumpulan kesepakatan ulama karyanya, beliau menyebutkan:

وأجمعوا على أن لا جمعة على النساء

“Mereka (para ulama) sepakat bahwa Jumatan tidak wajib untuk wanita.” (Al-Ijma’, no. 52)

Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis dari Thariq bin Ziyad radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَربَعَة : عَبدٌ مَملُوكٌ ، أَو امرَأَةٌ ، أَو صَبِيٌّ ، أَو مَرِيضٌ

“Jumatan adalah kewajiban bagi setiap muslim, untuk dilakukan secara berjamaah, kecuali 4 orang: Budak, wanita, anak (belum baligh), dan orang sakit.” (HR. Abu Daud 1067 dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih, 1:190 dan Ibnu Rajab dalam Fathul Bari, 5:327).

Di antara hikmah, mengapa wanita tidak wajib jumatan adalah agar wanita tidak turut berada di tempat berkumpulnya banyak laki-laki. Sehingga menjadi sebab munculnya tindakan yang tidak diharapkan. Semacam, ikhtilat campur baur antara lelaki dengan wanita. (Badai’ As-Shanai’, 1:258).

Kedua, wanita boleh menghadiri jumatan

Jika ada wanita yang menjaga adab islami, dia dibolehkan menuju masjid untuk melaksanakan shalat Jumat dengan adab-adab islami pula. Cara yang dia lakukan sama persis dengan jumatan yang dilakukan jamaah laki-laki. Artinya, dia wajib mendengarkan khutbah dengan seksama, tidak boleh ngobrol dengan temannya, dan dia hanya shalat 2 rakaat bersama imam, sebagaimana aturan jumatan yang kita kenal.

Ibnul Mundzir dalam kitab Al-Ijma’ mengatakan:

وأجمعوا على أنَّهن إن حضرن الإمام فصلَّينَ معه أن ذلك يجزئ عنهن

“Mereka (para ulama) sepakat bahwa jika ada wanita yang menghadiri Jumatan bersama imam, kemdian dia shalat bersama imam, maka itu sudah sah baginya.” (Al-Ijma’, no. 53).

Maksud Ibnu Mundzir, dia tidak wajib melaksanakan shalat zuhur karena telah melaksanakan Jumatan.

Hal senada juga dikatakan Ibnu Qudamah, setelah beliau memaparkan, Jumatan tidak wajib bagi wanita, beliau menegaskan:

ولكنها تصح منها – أي الجمعة – ؛ لصحة الجماعة منها ، فإن النساء كن يصلين مع النبي صلى الله عليه وسلم في الجماعة

“Hanya saja jumatan itu sah dikerjakan wanita (bersama imam). Karena mereka shalat jamaahnya sah (maksudnya: wanita boleh shalat jamaah, pen.). Dulu para wanita shalat berjamaah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al-Mughni, 2:243)

Ketiga, shalat Jumat sendirian di rumah, tidak sah

Para ulama sepakat bahwa jumatan hanya boleh dikerjakan secara berjamaah. Tanpa jamaah, jumatannya tidak sah. Baik yang melakukan ini laki-laki maupun wanita. Dalilnya adalah hadis yang telah disebutkan di atas:

الجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ

“Jumatan adalah kewajiban bagi setiap muslim, untuk dilakukan secara berjamaah..”

Artinya, tanpa berjamaah, tidak mungkin bisa jumatan. Hanya saja ulama berbeda pendapat, berapakah jumlah minimal jamaah, sehingga boleh melaksanakan jumatan. Ada yang mengatakan minimal 3 orang, ada yang mengatakan 40 orang, dan ada yang memberi batasan satu kampung.

Lebih dari itu, wanita juga tidak boleh dilakukan antar-jamaah wanita. Karena pelaksanaan jumatan bagi wanita hanya mengikuti jumatan yang diadakan kaum muslimin laki-laki di masyarakat tersebut. Mereka berkumpul di satu tempat, untuk melaksanakan shalat, mendengarkan khutbah, dan melakukan banyak syiar islam di sana. Dan itu semua tidak mungkin dilakukan oleh wanita.

Oleh karena itu, jika wanita tidak jumatan di masjid maka dia shalat zuhur di rumah.

Lajnah Daimah memfatwakan:

إذا صلت المرأة الجمعة مع إمام الجمعة كَفَتهَا عن الظهر ، فلا يجوز لها أن تصليَ ظهر ذلك اليوم ، أما إن صلت وحدها فليس لها أن تصلي إلا ظهرا ، وليس لها أن تصلي جمعة

Jika wanita shalat Jumat bersama imam masjid, maka itu sudah cukup baginya sehingga tidak perlu shalat zuhur, sehingga tidak boleh melaksanakan shalat zuhur di hari itu (setelah jumatan). Namun jika dia shalat sendirian maka tidak ada kewajiban shalat baginya, kecuali shalat zuhur, dan dia tidak boleh shalat Jumat (2 rakaat, pen.). (Majmu’ Fatawa, 7:337)

Keempat, yang lebih afdhal, wanita shalat zuhur di rumah dan tidak ikut jumatan

Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لا تمنعوا نساءكم المساجد ، وبيوتهن خير لهن

“Janganlah kalian menghalangi istri kalian untuk ke masjid. Dan rumah mereka itu lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Daud 567 dan dishahihkan Al-Albani)

Allahu a’lam

Disadur dari fatwa Islam, no. 73339

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)


WASPADAI RACUN SYI'AH DI BUKU PINTAR KEHAMILAN & MELAHIRKAN


Syi’ah di Indonesia menyisipkan aqidah mereka dalam Buku-buku yang umum tersebar dikalangan umum, dengan memanfaatkan ketidaktahuan para pembacanya mereka memasukkan doktrin-doktrin dari ajaran mereka berikut salah satu contoh yang telah disampaikan oleh ikhwanina fiddien Aria -jazahullahu khoiron jaza’-

Assalamualaikum..
Bismillaahirrahmaanirrahiim…

Buku ini berjudul: Buku Pintar Kehamilan dan Melahirkan, Sebuah Panduan Praktis. Diterbitkan oleh Diva Press yang ditulis oleh Dr. Athif Lamadhah.

Buku ini berisi tentang tahapan-tahapan pembentukan bayi, tanda-tanda kehamilan, penyakit kehamilan, dan segala sesuatu tentang kehamilan dan melahirkan. buku ini diklaim sebagai Buku Best Seller Nasional.

Buku ini kami dapatkan sbg kado/hadiah dr seorang rekan (awam) sbg hadiah pernikahan kami. setelah kami baca, kami mencurigai buku ini secara halus menyisipkan propaganda Agama Syiah yg berbahaya. ini bisa dilihat dari
  • Pada Halaman 177 dan 178 disana termuat anjuran untuk menamakan anak yg baru lahir dengan nama para imam yang 12 ala syiah. disana juga dikatakan bahwa : “..mengikuti para imam sama dengan mengikuti islam sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah melalui jalur keluarga beliau yang disucikan.”
  • Pada halaman 179 diajarkan Do’a yang masyhur dikalangan syiah yaitu Do’a Kumail.
  • Buku ini secara halus mencela seorang sahabat Nabi, Pada halaman 276, pada bab kamus nama-nama Indah dan Islami, pada abjad huruf “U” dan pada nama “Utsman” diartikan dengan arti: Anak Ular, Sahabat Rasulullah saw.

Demikian beberapa keganjilan yg kami temui pada buku ini. Semoga lembaga bina masyarakat, Majalah al umm, dan situs Gensyiah bisa membantu dalam memberikan peringatan kepada kaum muslimin secara luas akan bahaya dari buku ini, mengingat buku ini berpredikat “best seller nasional”. 

Atas perhatian dan kepedulian anda semua kami ucapkan syukran jazakumullaahukhayr.

Sumber:
www.gensyiah.com

HADIST DHAIF DOA MENYAMBUT RAMADHAN

Alhamdulillah, tidak lama lagi kita akan menyambut bulan Ramadhan yang mulia. Nah, berkaitan dengan hal ini terdapat sebuah doa yang diamalkan banyak orang, untuk menyambut bulan Rajab dan Sya’ban serta Ramadhan. Doa tersebut berbunyi:

اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان

(Allahumma baarik lana fii Rajaba wa Sya’baana Wa Ballighna Ramadhana)
“Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban. Dan izinkanlah kami menemui bulan Ramadhan”

Demikianlah doanya. Namun ketahuilah doa ini di dasari oleh hadits yang dhaif (lemah). Dengan kata lain, doa ini tidak diajarkan oleh Rasullah Shallallah‘alaihi Wasallam. Berikut penjelasannya:

Teks Hadits
Hadits ini terdapat dalam Musnad Imam Ahmad (1/256) dengan teks berikut:

حدثنا عبد الله ، حدثنا عبيد الله بن عمر ، عن زائدة بن أبي الرقاد ، عن زياد النميري ، عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل رجب قال : اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبارك لنا في رمضان وكان يقول : ليلة الجمعة غراء ويومها أزهر

“Abdullah menuturkan kepada kami: ‘Ubaidullah bin Umar menuturkan kepada kami: Dari Za’idah bin Abi Ruqad: Dari Ziyad An Numairi Dari Anas Bin Malik, beliau berkata: ‘Jika bulan Rajab tiba Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa: Allahumma baarik lana fii Rajaba wa Sya’baana Wa Ballighna Ramadhana, dan beliau juga bersabda: Pada hari Jum’at, siangnya ada kemuliaan dan malamnya ada keagungan”

Takhrij Hadits
  • Hadits ini juga diriwayatkan oleh An Nasai dalam kitab Amalul Yaum Wal Lailah (659) dari jalur riwayat Ibnu Mani’ yang ia berkata: “Ubaidullah bin Umar Al Qowariri mengabarkan kepadaku hadits ini”.
  • Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman (3/375), dari jalur periwayatan Al Hafidz Abu Abdillah, Abu Bakr Muhammad bin Ma’mal, Al Fadhil bin Muhammad Asy Sya’rani, dan Al Qowariri.
  • Hadits ini juga diriwayatkan Abu Nu’aim di kitab Al Hilyah (6/269) dari jalur periwayatan Habib Ibnu Hasan dan Ali bin Harun, mereka berdua berkata: “Yusuf Al Qadhi menuturkan kepada kami: Muhammad bin Abi Bakr menuturkan kepada kami, Zaidah bin Abi Ruqad menuturkan kepada kami hadits ini”.
  • Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Bazzar dalam dalam Musnad Al Bazzar (lihat Mukhtashor Az Zawaid karya Ibnu Hajar Al Asqalani, 1/285) dari jalur periwayatan Ahmad bin Malik, Al Qusyairi dan Za’idah.

Status Perawi Hadits
1. Za’idah bin Abi Ruqqad
Imam Al Bukhari berkata: “Hadits darinya mungkar”. Abu Daud berkata: “Aku tidak mengetahui riwayat darinya”. An Nasai berkata: “Aku tidak mengetahui riwayat darinya”. Adz Dzahabi dalam Diwan Adh Dhu’afa berkata: “Hadits darinya bukanlah hujjah”. Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Hadits darinya mungkar”

2. Ziyad bin Abdillah An Numairi Al Bishri
Yahya bin Ma’in berkata: “Hadits darinya lemah”. Abu Hatim Ar Razi berkata: “Haditsnya memang ditulis, namun tidak dapat dijadikan hujjah”. Abu Ubaid Al Ajurri berkata: “Aku bertanya pada Abu Dawud tentang Ziyad, dan beliau menganggapnya lemah”. Ad Daruquthi berkata: “Haditsnya tidak kuat”. Ibnu Hajar berpendapat: “Ia lemah”

Pendapat Para Ahli Hadits Tentang Hadits Ini
  • Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3/375) berkata: “Hadits ini diriwayatkan hanya dari Ziyad An Numairi, ia pun hanya meriwayatkan dari Za’idah bin Abi Ruqad, sedangkan Al Bukhari mengatakan bahwa Za’idah bin Abi Ruqad hadist-nya munkar”.
  • An Nawawi menyatakan dalam Al Adzkar (274): “Kami meriwayatkan hadits ini di Hilyatul Auliya dengan sanad yang terdapat kelemahan”.
  • Syaikh Ahmad Syakir berkata dalam takhrij Musnad Imam Ahmad (4/100-101): “Sanad hadits ini dhaif”.
  • Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata dalam takhrij Musnad Imam Ahmad (4/180): “Sanad hadits ini dhaif”
  • Syaikh Al Albani dalam takhrij Misykatul Mashabih (1/432) berkata: “Al Baihaqi menyatakan hadits ini aziz dalam Syu’abul Iman, namun Al Munawi melemahkannya dengan berkata: ‘Secara zhahir memang seolah Al Baihaqi memberi takhrij dan menyetujui keabsahan hadits ini. Namun tidak demikian. Bahkan Al Baihaqi melemahkannya dengan berkata: (beliau membawakan perkataan Al Baihaqi pada poin 1)’”

[Disarikan dari tulisan Syaikh Abdullah bin Muhammad Zuqail di http://www.saaid.net/Doat/Zugail/57.htm]

______________________

Penerjemah: Yulian Purnama

TOLERANSI ANTAR AGAMA


Muslim: "Bagaimana Natalmu?"

Nasrani: "Baik, kau tidak mengucapkan Selamat Natal padaku...?"

DUDUK BERSANDAR YANG DIMURKAI

Sifat seorang muslim adalah selalu taat dan patuh terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Ketika Allah melarang sesuatu, maka ia patuh. Begitu pula ketika Rasul-Nya melarang sesuatu dengan mensifati sebagai sesuatu yang dimurkai, maka seorang muslim pun mendengar dan menjauhi tindakan semacam itu. Di antara bentuk duduk yang terlarang adalah sebagaimana para pembaca lihat pada gambar di samping ini, yaitu duduk dengan meletakkan tangan kiri di belakang dan dijadikan sandaran atau tumpuan. Berikut penjelasan mengenai hadits yang melarang hal tersebut dan keterangan beberapa ulama mengenai hal ini.
عَنْ أَبِيهِ الشَّرِيدِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ مَرَّ بِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا جَالِسٌ هَكَذَا وَقَدْ وَضَعْتُ يَدِىَ الْيُسْرَى خَلْفَ ظَهْرِى وَاتَّكَأْتُ عَلَى أَلْيَةِ يَدِى فَقَالَ « أَتَقْعُدُ قِعْدَةَ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ ».

Syirrid bin Suwaid radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah pernah melintas di hadapanku sedang aku duduk seperti ini, yaitu bersandar pada tangan kiriku yang aku letakkan di belakang. Lalu baginda Nabi bersabda, “Adakah engkau duduk sebagaimana duduknya orang-orang yang dimurkai?” (HR. Abu Daud no. 4848. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Yang dimaksud dengan al maghdhub ‘alaihim adalah orang Yahudi sebagaimana kata Ath Thibiy. Penulis ‘Aunul Ma’bud berkata bahwa yang dimaksud dimurkai di sini lebih umum, baik orang kafir, orang fajir (gemar maksiat) , orang sombong, orang yang ujub dari cara duduk, jalan mereka dan semacamnya. (‘Aunul Ma’bud, 13: 135)

Dalam Iqthido’ Shirotil Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata, “Hadits ini berisi larangan duduk seperti yang disebutkan karena duduk seperti ini dilaknat, termasuk duduk orang yang mendapatkan adzab. Hadits ini juga bermakna agar kita menjauhi jalan orang-orang semacam itu.”

Kata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, duduk seperti ini terlarang di dalam dan di luar shalat. Bentuknya adalah duduk dengan bersandar pada tangan kiri yang dekat dengan bokong. Demikian cara duduknya dan tekstual hadits dapat dipahami bahwa duduk seperti itu adalah duduk yang terlarang. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 25: 161)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menjelaskan dalam Syarh Riyadhus Sholihin, “Duduk dengan bersandar pada tangan kiri disifatkan dengan duduk orang yang dimurkai Allah. Adapun meletakkan kedua tangan di belakang badan lalu bersandar pada keduanya, maka tidaklah masalah. Juga ketika tangan kanan yang jadi sandaran, maka tidak mengapa. Yang dikatakan duduk dimurkai sebagaimana disifati nabi adalah duduk dengan menjadikan tangan kiri di belakang badan dan tangan kiri tadi diletakkan di lantai dan jadi sandaran. Inilah duduk yang dimurkai sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sifatkan.”

Sebagian ulama menyatakan bahwa duduk semacam ini dikatakan makruh (tidak haram). Namun hal ini kurang tepat. Syaikh ‘Abdul Al ‘Abbad berkata, “Makruh dapat dimaknakan juga haram. Dan kadang makruh juga berarti makruh tanzih (tidak sampai haram). Akan tetapi dalam hadits disifati duduk semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai, maka ini sudah jelas menunjukkan haramnya.” (Syarh Sunan Abi Daud, 28: 49)

Jika ada yang bertanya, logikanya mana, kok sampai duduk seperti ini dilarang? Maka jawabnya, sudah dijelaskan bahwa duduk semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai Allah (maghdhub ‘alaihim). Jika sudah disebutkan demikian, maka sikap kita adalah sami’na wa atho’na, kami dengar dan taat. Tidak perlu cari hikmahnya dulu atau berkata 'why?' 'why?', baru diamalkan. Seorang muslim pun tidak boleh sampai berkata, ah seperti itu saja kok masalah. Ingatlah, Allah Ta’ala berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nur: 63). Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan atas dasar hawa nafsunya yang ia utarakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS. An Najm: 3-4)

Ibnu Katsir berkata, “Khawatirlah dan takutlah bagi siapa saja yang menyelisihi syari’at Rasul secara lahir dan batin karena niscaya ia akan tertimpa fitnah berupa kekufuran, kemunafikan atau perbuatan bid’ah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 281)

Wallahu waliyyut taufiq.

Referensi: Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 149230

Sumber:

MENGAPA PRIA DIHARAMKAN MEMAKAI EMAS ?

Satu lagi Bukti Keilmiahan Hukum-hukum Islam dan Sunnah-sunnah Nabi Kita Shalallahu Alaihi Wasalam.
Perlu diketahui hukum logam mulia atau EMAS yaitu: “Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria'.” (HR. An Nasai dan Ahmad).

Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan berkata, “Lelaki diharamkan memakai cincin emas. Sedangkan cincin perak, atau logam semacamnya,walaupun sama-sama logam mulia, hukumnya boleh memakainya karena yang diharamkan adalah emas. Dan tidak boleh pula memakai cincin dari campuran emas, tidak boleh memakai kacamata, pena, jam tangan yang ada campuran emas-nya. Intinya, lelaki tidak diperbolehkan berhias dengan emas secara mutlak.” (Muntaqa Fatawa Al Fauzan)

”Barangsiapa dari umatku mengenakan emas kemudian dia mati masih dalam keadaan mengenakannya maka Allah mengharamkan baginya emas di surga.Dan barangsiapa Dari umatku yang mengenakan sutera kemudian dia mati masih dalam keadaan mengenakannya maka Allah mengharamkan baginya sutera di surga.” (HR. Ahmad)

Inilah tinjauan ilmiah atau analisa medisnya..
Para ahli fisika telah menyimpulkan bahwa atom pada emas mampu menembus ke dalam kulit dan masuk ke dalam darah manusia, dan jika kita (pria) mengenakan emas dalam jumlah tertentu dan dalam jangka waktu yang lama, maka dampak yang ditimbulkan yaitu di dalam darah dan urine akan mengandung atom emas dalam prosentase yang melebihi batas (dikenal dengan sebutan "Migrasi Emas")

Dan apabila ini terjadi, maka akan mengakibatkan penyakit Alzheimer. Alzheimer adalah suatu penyakit dimana orang tersebut kehilangan semua kemampuan mental dan fisik serta menyebabkan kembali seperti anak kecil. Alzheimer bukan penuaan normal, tetapi merupakan penuaan paksaan atau terpaksa. Dan mengapa Islam membolehkan wanita untuk mengenakan emas? Wanita tidak menderita masalah ini karena setiap bulan, partikel berbahaya tersebut keluar dari tubuh wanita melalui menstruasi.

Ternyata Islam begitu hebat ! Dilarang oleh Rasulullah ternyata karena ada dampak negatif. Padahal dulu, 1400 tahun yang lalu, belum ada para ahli fisika, tetapi Rasulullah sudah tahu. Wallahu a'lam.

Sumber:
http://zilzaal.blogspot.com/2012/05/mengapa-emas-diharamkan-bagi-pria.html

MASIH GAK MAU PAKE KERUDUNG SETELAH BACA TULISAN INI..??


Konon katanya ngeyel itu negatif, tidak baik...Kalau kasusnya begini siapa yang ngeyel...? Cuma contoh kasus aja, Copas dari pesbuk...

Berikut nih sedikit celotehan:

1. Sy nggak mau kerudungan! Kerudungan itu kuno | "lha, itu zaman flinstones, lebih kuno lagi, nggak pake kerudung"

2. Tapi kan itu kan hal kecil, kenapa kerudungan harus dipermasalahin?! | "yang besar2 itu semua awalnya kecil yg diremehkan"

3. Yang penting kan hatinya baik, bukan lihat dari kerudungnya, fisiknya! | "trus ngapain salonan tiap minggu? Make-upan? Itu kan fisik?"

4. Kerudungan belum ...tentu baik | "betul, yang kerudungan aja belum tentu baik, apalagi yang...(isi sendiri)"

5. Sy kemarin liat ada yg kerudungan nyuri! | "sowhat? Yg nggak kerudungan juga banyak yang nyuri, gak korelasi kali"

6. Artinya lebih baik kerudungin hati dulu, buat hati baik! | "yup, ciri hati yg baik adl kerudungin kepala dan tutup aurat"

7. Kalo kerudungan masih maksiat gimana? Dosakan? | "kalo nggak kerudungan dan maksiat dosanya malah 2"

8. Kerudungan itu buat aku nggak bebas! | "oh, berarti lipstick, sanggul, dan ke salon itu membebaskan ya?"

9. Aku nggak mau dibilang fanatik dan ekstrimis! |"nah, sekarang kau sudah fanatik pada sekuler dan ekstrim dalam membantah Allah"

10. Kalo aku pake kerudung, nggak ada yang mau sama aku!? | "banyak yang kerudungan dan mereka nikah kok"

11. Kalo calon suamiku gak suka gimana? | "berarti dia tak layak, bila di depanmu dia tak taat Allah, siapa menjamin di belakangmu dia jujur?"

12. Susah cari kerja kalo pake kerudung! | "lalu membantah perintah Allah demi kerja? Emang yangkasi rizki siapa sih? Bos atau Allah?"

13. Ngapa sih agama cuma diliat dari kerudung dan jilbab? | "sama aja kayak sekulerisme melihat wanita hanya dari paras dan lekuk tubuh"

14. Aku nggak mau diperbudak pakaian arab! | "ini simbol ketaatan pada Allah, justru orang arab dulu gak pake kerudung dan jilbab"

15. Kerudung jilbab cuma akal2an lelaki menindas wanita | "perasaan yg adain miss universe laki2 deh, yg larang jilbab di prancis jg laki2"

16. Aku nggak mau dikendalikan orang ttg apa yg harus aku pake! | "sayangnya sudah begitu, tv, majalah, sinetron, kendalikan fashionmu"

17. Kerudung kan bikin panas, pusing, ketombean | "jutaan orang pake kerudung, nggak ada keluhan begitu, mitos aja"

18. Apa nanti kata orang kalo aku pake jilbab?! | "katanya tadi jadi diri sendiri, nggak peduli kata orang laen..."

19. Kerudung dan jilbab kan nggak gaul?! | "lha mbakini mau gaul atau mau menaati Allah?"

20. Aku belum pengalaman pake jilbab! | "pake jilbab itu kayak nikah, pengalaman tidak diperlukan, keyakinan akan nyusul"

21. Aku belum siap pake kerudung | "kematian juga nggak akan tanya kamu siap atau belum dear"

22. Mamaku bilang jangan terlalu fanatik! | "bilang kemama dengan lembut, bahwa cintamu padanya dengan menaati Allah penciptanya"

23. Aku kan gak bebas kemana-mana, gak bias nongkrong, clubbing, gosip, kan malu sama baju! | "bukankah itu perubahan baik?"

24. Itu kan nggak wajib dalam Islam!? | "kalo nggakwajib, ngapain rasul perintahin semua wanita muslim nutup aurat?"

25. Kasi aku waktu supaya aku yakin kerudungan dulu | "yakin itu akan diberikan Allah kalo kita sudah mau mendekat, yakin deh"


CARA MELAPORKAN SITUS YANG MENYERANG ISLAM KE GOOGLE

Mohon bantuannya untuk melaporkan situs yang menyerang Islam ke Google, supaya hilang dari index google, ini salah satu contoh situsnya:

www.murtadinkafirun.forumotion.net

Kalau belum tahu caranya lihat caranya di bawah ini:

Cara Melaporkan Situs ke Google
Kawan apakah kamu pernah berkunjung kesebuah situs, tapi isinya tidak kamu harapkan, yang ada hanya spam, penipuan, atau adanya konten pornografi, walaupun itu hanya 2 atau 3 buah, tapi tetap saja ini sangat mengangu sekali, dan yang pasti bila dibiarkan akan merusak atau merugikan pengunjung, lantas bagaimana untuk mengurangi situs-situs ini tetap bertebaran, dan yang pasti insya Allah bila berkurang, akan berkurang juga kerusakan dan kerugian bagi pengunjung situs tersebut, lantas bagaimana kita melaporkan situs-situs ini kegoogle, untuk lebih jelasnya baca setahap demi setahap tips dibawah ini.


2. Kamu login dengan account google kamu, bila belum punya klik http://blogmuhammad23.blogspot.com/2011/11/cara-membuat-gmail.html.

3. Selanjutnya kamu laporkan situs yang bermasalah ini ke google, lihat gambar, bila gambar kurang jelas diklik aja.

4. Bila sudah kamu isi seperti keterangan di atas, sekarang kamu laporkan ke google situs yang bermasalah tersebut, dengan cara klik Report webspam. Ingat isi harus dengan bahasa inggris, bila kamu tidak bisa translate aja dengan google translate, klik http://translate.google.com untuk menuju google translate.

Contoh seperti ini (This site attacking religion, and also to abuse, please immediately action)

Catatan:
Bila kamu sulit menemukan URL situs bermasalah tersebut kamu bisa klik select from chrome histori, demikian juga bila kamu lupa link search untuk kata kunci, kamu bisa klik Recent searches, bila kamu pakai Chrome.

Atau lebih mudahnya klik link ini:


Minta bantuannya juga dengan teman-teman semua, semakin banyak, semakin cepat diperoses. Memang kalau sekali dua kali pelaporan, sedikit kemungkinan saja laporan kita diterima, terlebih bila hanya kita yang melapor, ringkasnya situs yang kita lapor bisa diambil tindakan pemblokkiran bila banyak yang melapor, jadi semakin banyak yang melapor maka semakin besar pula pemblokkiran sebuah situs, akan tetapi bisa juga kita lapor ke nawala.org, saya sering lapor situs yang negatif, diblokkir, walaupun pemblokkiran ini hanya berlaku bagi yang menggunakan DNS nawala.

Barakallahu Fiikum.

Sumber:
http://blogmuhammad23.blogspot.com/2011/12/cara-melaporkan-situs-ke-google.html dengan beberapa perubahan & penambahan.

Rahasia Di Balik Bersin & Menguap

Bismillah

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam dan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasalam.

Sungguh islam adalah agama yang paling sempurna, Islam telah menjelaskan secara terperinci tentang adab sehari hari baik yang besar maupun yang kecil. Dan dari adab adab islam telah terbukti khasiatnya yang telah diteliti oleh para ilmuan abad sekarang. Diataranya adalah adab dalam bersin dan menguap.

Mengenai menguap terdapat hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Karenanya apabila salah seorang dari kalian bersin lalu dia memuji Allah, maka kewajiban atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mentasymitnya (mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap, maka dia tidaklah datang kecuali dari setan. Karenanya hendaklah menahan menguap semampunya. Jika dia sampai mengucapkan ‘haaah’, maka setan akan menertawainya.” (HR. Bukhari no. 6223 dan Muslim no. 2994)

Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan lafazh:

التَّثَاؤُبُ فِي الصَّلاةِ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ

“Menguap ketika shalat adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka tahanlah semampunya.”

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ

“Bila salah seorang dari kalian menguap maka hendaklah dia menahan mulutnya dengan tangannya karena sesungguhnya setan akan masuk.” (HR. Muslim no. 2995)

Imam Ibnu Hajar berkata, "Imam Al-Khathabi mengatakan bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan . Bersin bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan orang itu malas (Fathul Baari, 10/607)

Adapun mengenai bersin, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bagaimana seseorang yang mendengar orang yang bersin dan memuji Allah agar membalas pujian tersebut. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

“Ababila salah seorang dari kalian bersin, hendaknya dia mengucapkan, “alhamdulillah” sedangkan saudaranya atau temannya hendaklah mengucapkan, “yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu). Jika saudaranya berkata ‘yarhamukallah’ maka hendaknya dia berkata, “yahdikumullah wa yushlih baalakum (Semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki hatimu).” (HR. Bukhari no. 6224 dan Muslim no. 5033)

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu, beliau berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتُوهُ فَإِنْ لَمْ يَحْمَدْ اللَّهَ فَلَا تُشَمِّتُوهُ

“Bila salah seorang dari kalian bersin lalu memuji Allah maka tasymitlah dia. Tapi bila dia tidak memuji Allah, maka jangan kamu tasymit dia.” (HR. Muslim no. 2992). Tasymit adalah mengucapkan ‘yarhamukallah’.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersin, beliau menutup wajahnya dengan tangan atau kainnya sambil merendahkan suaranya.” (HR. Abu Daud no. 5029, At-Tirmizi no. 2745, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4755)

Para dokter pada zaman ini mengatakan:” Menguap adalah bukti bahwa otak dan tubuh (badan) membutuhkan oksigen dan makanan, dan ia (menguap) juga menunjukkan buruknya sistem pernapasan dalam mensuplai oksigen yang dibutuhkan oleh otak dan anggota tubuh yang lain. Dan ini adalah yang terjadi ketika seseorang mengantuk, pingsan, dan saat-saat menjelang kematian.”

Dan menguap adalah menarik nafas dalam-dalam melalui mulut, dan mulut bukanlah jalur yang normal/alami (untuk bernafas) karena ia tidak dilengkapi dengan perangkat untuk menyaring udara seperti yang ada pada hidung. Jika mulut tetap terbuka selama menguap, maka akan masuk ke dalam tubuh berbagai jenis kuman, debu, dan kutu bersamaan dengan masuknya udara yang dihisap (lewat mulut). Oleh sebab itu datang petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menahan diri jika ingin menguap semampu mungkin, atau menutup mulut dengan telapak tangan kanan atau bagian belakang tangan kiri (jika menguap).

Dan bersin adalah kebalikan dari menguap, ia (bersin) kuat dan muncul secara tiba-tiba, bersamaan dengan itu keluar udara dari paru-paru dengan kuat melalui hdung dan mulut. Maka tersapu bersihlah apa yang ada di jalan yang dilewati bersin tersebut berupa debu, kutu, dan kuman yang masuk ke sistem pernapasan. Oleh sebab itu termasuk suatu hal yang alami/normal adalah bahwa bersin berasal dari Allah yang Mahapengasih, karena ia memiliki faidah bagi tubuh, sedangkan menguap dari Setan karena ia berdampak buruk bagi tubuh.

Dan sudah menjadi keharusan dan kewajiban bagi setiap manusia (terlebih lagi seorang Muslim) untuk memuji Allah shallallahu ‘alaihi wasallam (dengan mengucapkan Alhamdulillah) atas nikmat bersin yang ia rasakan, dan hendaknya ia berlindung dengan-Nya dari setan yang terkutuk ketika menguap. (Lihat Al-Haqa'iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: hal 155, dinukil dari www.alsofwah.co.id )

Subhanallah... Sungguh luar biasa mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan kita berbagai adab ketika bersin dan menguap. Amalkanlah adab bersin dan menguap seperti yang diperintahkan dalam berbagai hadits di atas sehingga kita pun bisa raih barokahnya.


PERHATIAN !!! KEPADA SEMUA KAUM WANITA (ADA PERKOSAAN VISUAL)


Ketika kita masuk ke toilet, bilik mandi, bilik hotel, ruang ganti pakaian, dan lain-lain, seberapa besar anda yakin bahawa cermin yang tergantung di dinding dan kelihatannya seperti cermin biasa itu memang benar-benar cermin biasa, atau sebenarnya itu adalah cermin dua arah (orang di belakang cermin boleh melihat anda, sementara anda tidak dapat melihat mereka).

Banyak tempat di mana orang memasang cermin 2 arah di dalam ruang ganti pakaian wanita, namun tidak menutup kemungkinan juga di ruang ganti lelaki. Adalah sangat sulit untuk secara jelas mengindentifikasi permukaannya hanya dengan melihatnya saja. Saatnyalah kita untuk berhati-hati.

Jadi, bagaimana kita dapat menentukan dengan pasti apakah cermin tersebut adalah cermin biasa atau cermin 2 arah?. Kalau di bilik polis, iaitu di ruang soal siasat, sudah dapat dipastikan cerminnya 2 arah tapi untuk di Public Area do this thing :

LAKUKANLAH TEST SEDERHANA (TEST KUKU JARI)

Letakkan ujung kuku anda di atas permukaan cermin. Jika ada jarak (gap) antara kuku anda dan bayangan kuku anda di cermin, dapat dikatakan bahwa cermin itu adalah cermin biasa (selamat).Tetapi, jika kuku anda terus menyentuh bayangan kuku anda di cermin, hati-hatilah, kerana benda itu adalah cermin 2 arah ! Kerana itu ingatlah selalu, setiap kali anda melihat cermin di tempat-tempat umum seperti disebutkan di atas, lakukanlah "TEST KUKU JARI". Tidak perlu membayar. Mudah dilakukan, dan ini mungkin boleh menyelamatkan anda dari "PERKOSAAN VISUAL" !

Para wanita: Silakan beri tahu teman-teman anda yang lain.

Para lelaki: Silakan beri tahu isteri, anak perempuan atau teman wanita anda !

MEMBONGKAR KEBOHONGAN & PENYESATAN BUKU “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi: Mereka Membunuh Semuanya Termasuk Para Ulama”

Buku yang diberi Kata Pengantar oleh Ketua PBNU, Prof KH Said Agil Siraj ini penuh dengan kesesatan, antara lain: menebar provokasi kebencian & permusuhan sesama Muslim, mengajarkan rasisme, penuh kecurangan & kebohongan, mempromosikan ajaran Syi’ah, memicu pertikaian besar sesama kaum Muslimin, terang-terangan mengajarkan prinsip-prinsip kesesatan, mengajarkan sikap kurang ajar kepada para Ulama, memakai metode intelijen untuk mengadu-domba umat Islam, & mendukung serangan kaum Islamophobia terhadap dakwah.

Oleh: AM. Waskito

Di tahun 2011 ini muncul sebuah kejutan khususnya di lapangan dakwah Islam di tanah Air, yaitu dengan terbitnya sebuah buku berjudul: “SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI: Mereka Membunuh Semuanya Termasuk Para Ulama.” Buku ini karya orang Indonesia, tetapi disamarkan seolah penulisnya adalah orang Arab. Si penulis menyebut dirinya sebagai Syaikh Idahram, sebuah nama yang terasa asing di kancah dakwah.

Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” –selanjutnya disingkat dengan SBSSW– ini sangat berbahaya kalau tersebar luas ke tengah masyarakat. Dilihat dari judulnya saja, tampak sangar, provokatif, dan berpotensi menjerumuskan kaum Muslimin dalam pertikaian tanpa kesudahan. Buku SBSSW ini tidak layak diklaim sebagai buku ilmiah. Bisa dikatakan, buku ini adalah buku adu-domba, yang ditulis oleh orang Syiah dan Liberal, dalam rangka membenturkan sekelompok Ummat Islam dengan kelompok lainnya. Bahkan ia sudah masuk kategori buku Black Champaign.

Kita harus belajar dari kejadian-kejadian aktual di tengah masyarakat. Misalnya kerusuhan di Cikeusik Banten yang menimpa penganut Ahmadiyyah. Kerusuhan itu sudah direkayasa sedemikian rupa; disana telah dipersiapkan barisan provokator, penyerang bersenjata, pengambil gambar, korban, tukang upload video di internet, dll. Lalu pasca kejadian itu, dibuat rekayasa opini yang sangat keji melalui media-media TV. Dalam opini yang dikembangkan, digambarkan betapa beringas sikap aktivis Islam kepada kaum Ahmadiyyah. Padahal pihak Ahmadiyyah sendiri melalui pimpinannya (Deden) sejak awal sudah menginginkan terjadi kerusuhan di tempat tersebut. Akibat kerusuhan ini, para aktivis Liberal (baca: kaum non Muslim) berkoar-koar meminta supaya FPI dibubarkan. Kejadian itu mencerminkan skenario adu-domba, permusuhan, dan penyesatan opini. Kaum Liberal (non Muslim) yang kebanyakan adalah anak-cucu kaum PKI di tahun 1965 dulu, mereka selalu berada di balik aksi-aksi jahat untuk menghancurkan citra kaum Muslimin dan merusak persatuan Ummat. Di balik beredarnya buku SBSSW tercium aroma kuat modus serupa, berupa adu domba dan penyesatan opini. Semoga Allah Ta’ala mengekalkan laknat, kehancuran usaha, kesusahan hidup, serta kehinaan, atas kaum pendosa yang selalu memfitnah Islam dan kaum Muslimin itu. Amin Allahumma amin, ya ‘Aziz ya Jabbar ya Mutakabbir.

Buku ini bisa memicu banyak bahaya di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin. Di sini kita akan membahas sisi-sisi bahaya tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Menebar provokasi kebencian dan permusuhan sesama Muslim
Buku ini memprovokasi masyarakat untuk membenci dan memusuhi apa yang oleh penulis disebut sebagai sekte Salafi Wahabi. Menyebarkan kebencian seperti itu jelas sangat dilarang dalam Islam.

Dalam hadits Nabi Shallalahu 'alaihi wasallam bersabda, “Seorang Muslim itu saudara Muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya dizhalimi, dan menghinanya. Taqwa itu di sini –kata Nabi sambil menunjuk ke dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang disebut berbuat jahat jika dia menghina saudara Muslimnya)” [HR. Muslim].

2. Mengajarkan rasisme yang sangat berbahaya
Buku ini mengandung ajaran-ajaran RASIS yang sangat berbahaya. Penulisnya mengajak Ummat Islam memusuhi negara Saudi, para ulamanya, kaum santrinya, serta Pemerintahannya. Selain itu penulis buku itu juga mengajak memusuhi siapa saja, di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang mendukung paham Wahabi.

Salah satu bukti sikap RASIS dari penulis buku ini ada di hal. 174. Disana dia mengatakan: “Tanduk setan itu berasal dari keturunan Bani Tamim. Sedangkan kita tahu bahwa, pendiri Salafi Wahabi itu juga berasal dari keturunan yang sama, yaitu Bani Tamim, sebagaimana gelar yang selalu dipakainya: Muhammad Ibnu Abdul Wahhab an Najdi at Tamimi. Jadi klop sudah. Bukan dibuat-buat.” (SBSSW, hal. 174). Dalam halaman yang cukup banyak penulis ini menghancurkan nama baik wilayah Najd, di Saudi. Salah satunya dia katakan: “Dari Najd timbul berbagai kegoncangan, fitnah-fitnah, dan dari sana munculnya tanduk setan.” (SBSSW, hal. 158).

Anehnya vonis “tanduk setan” terhadap Najd dan penduduknya ini tidak dilakukan, kecuali setelah di Najd bangkit dakwah Wahabi. Artinya, vonis itu mengandung niat busuk. Kalau misalnya wilayah Najd dianggap “tanduk setan”, seharusnya mereka sudah melontarkan vonis jauh-jauh hari sebelum muncul gerakan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Bahkan seharusnya, mereka dan Khilafah Utsmani di Turki tidak boleh marah ketika Najd direbut oleh keluarga Ibnu Saud. Ya buat apa marah, wong Najd sudah divonis sebagai “tanduk setan” kok? Malah mereka seharusnya bersyukur, ada manusia yang mau mengolah wilayah “tanduk setan” itu. Kalau melihat dendam kesumat kaum anti Wahabi, baik dari sisi kaum Alawiyyun atau kaum Syiah, masalah sebenarnya bukan ke persoalan Najd sebagai “tanduk setan.” Tetapi Najd yang semula dikuasai keluarga Syarif Hussein selama 700 tahun, lalu berpindah kekuasaan ke tangan Ibnu Saud. Itu sebenarnya masalah utama di balik munculnya hadits-hadits soal Najd sebagai “tanduk setan” ini. Bisa jadi, ketika 700 tahun Najd dikuasai keluarga Syarif, mereka tidak banyak menyinggung soal Najd sebagai “tanduk setan.”

Bukan hanya Bani Tamim atau penduduk Najd yang dilecehkan penulis, dia juga melecehkan orang Arab.

Dalam bukunya dia berkata: “Tidak semua orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang ‘lebih dajjal’ daripada dajjal.” (SBSSW, hal. 224).

Padahal Nabi Shallalahu 'alaihi wasallam menyebut bahwa puncak fitnah itu ada saat kedatangan dajjal. Bahkan kata beliau, para Nabi dan Rasul selalu mengingatkan ummatnya tentang dajjal ini. Lalu kini, si penulis menuduh banyak orang Arab ‘lebih dajjal’ dari dajjal sendiri. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Berarti dalam hal ini penulis merasa lebih pintar dari Nabi Shallalahu 'alaihi wasallam? Masya Allah!! Banyak bukti-bukti sikap RASIS dari si penulis yang menyebut diri Syaikh Idahram ini. Dan sikap RASIS ini sudah menjadi ciri khas kaum Syiah dan penganut SEPILIS.

Para penganut Syiah di Indonesia banyak dari keturunan Arab Yaman (Hadramaut). Mereka itu orang Arab, atau keturunan Arab. Padahal dalam akidah Syiah, jika nanti turun Imam Al Mahdi Al Qaim, dia akan membabat habis bangsa Arab, hanya menyisakan kaum Persia. Begitu keyakinan mereka. (Mengapa Saya Keluar dari Syiah, karya Sayyid Hussein Al Musawi, hal. 134-135). Pemimpin FPI, Habib Rieziq Shihab, pernah menulis sebuah makalah ilmiah tentang karakter RASIS kaum Liberal.

3. Penuh kecurangan dan kebohongan
Buku ini penuh kecurangan dan kebohongan. Penulis secara sadar mengacaukan akal para pembaca dengan data-data, kutipan, referensi, dll. Tetapi semua itu tidak dituangkan dalam suatu pembahasan ilmiah secara jujur.

Contoh, ketika dia menyebutkan kekejaman kaum Wahabi di hal. 61-138, bab tentang, “Mereka Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama.” Disini yang diceritakan penulis hanya kekejaman, keganasan, kesadisan, serta angkara murka kaum Wahabi. Tetapi penulis tidak pernah sedikit pun mengakui bahwa semua itu merupakan bentuk KONFLIK POLITIK antara keluarga-keluarga Emir (bangsawan) di Jazirah Arab.

Konflik seperti itu sudah terjadi sejak lama di Jazirah Arab, bahkan sebelum Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dilahirkan oleh ibunya. Penulis ini juga hanya menghujat posisi Kerajaan Saudi, padahal yang melepaskan diri dari Khilafah Utsmani Turki bukan hanya Saudi. Disana ada Yaman, Bahrain, UEA, Qatar, Irak, Oman, Mesir, Yordania, Syria, dll. Kecurangan yang dibungkus kemasan ilmiah, tentu lebih berbahaya, sebab ia akan dikira sebagai kebenaran yang tak terbantahkan.

4. Mempromosikan ajaran Syi’ah
Buku ini juga mempromosikan ajaran-ajaran Syiah. Banyak indikasi-indikasi yang membuktikan hal itu dalam buku SBSSW. Nanti akan kita bahas secara khusus tentang akidah yang dianut penulis (Syaikh Idahram). Salah satu contoh kecil, sangat halus, tetapi kelihatan. Perhatikan kalimat berikut ini: “Pada bulan Safar 1221 H/1806 M, Saud menyerang an Najaf al Asyraf, namun hanya sampai di As Sur (pagar perlindungan). Meskipun gagal menguasai An Najaf, tetapi banyak penduduk tak berdosa mati terbunuh.” (SBSSW, hal. 104-105).

Tidak ada seorang pun Ahlus Sunnah yang menyebut Kota Najaf dengan sebutan Al Asyraf. Hanya orang Syiah yang melakukan hal itu.

Kota Najaf terletak di Irak, begitu pula Karbala. Sedangkan Kota Qum terletak di Iran. Kota Najaf, Karbala, dan Qum selama ini diklaim sebagai kota suci kaum Syiah. Sepanjang tahun kaum Syiah berziarah ke kota-kota itu karena disana ada situs-situs yang disucikan kaum Syiah. Selama ini kaum Muslimin mengenal Masjidil Haram di Makkah dengan sebutan Al Haram As Syarif. Namun kaum Syiah menyebut Kota Najaf dengan ungkapan Al Asyraf (artinya, lebih mulia atau paling mulia). Seolah, mereka ingin mengatakan, bahwa Najaf lebih mulia dari Kota Makkah. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun.

Fakta lain yang menunjukkan bahwa si penulis berakidah Syiah adalah pernyataan berikut ini: “Dalam Islam, sedikitnya ada 7 mazhab yang pernah dikenal, yaitu: Mazhab Imam Ja’far ash Shadiq (Mazhab Ahlul Bait), Mazhab Imam Abu Hanifah an Nu’man, Mazhab Imam Malik bin Anas, Mazhab Imam Syafi’i, Mazhab Imam Ahmad ibnu Hanbal, Mazhab Syiah Imamiyah, dan Mazhab Daud azh Zhahiri. Sedangkan “Mazhab Salaf” tidak pernah ada! Sebab ulama Salaf itu banyak, termasuk di dalamnya imam-imam mazhab yang tadi.” (SBSSW, hal. 208).

Demi Allah, Ahlus Sunnah di seluruh dunia Islam tidak akan ada yang mengatakan perkataan seperti ini. Perkataan seperti ini hanya akan keluar dari lidah orang-orang Syiah (Rafidhah). Lihatlah, dalam perkataan ini dia mengklaim ada 7 madzhab dalam Islam, yaitu 4 madzhab Ahlus Sunnah, ditambah 2 madzhab Syiah (madzhab Ja’fari dan Imamiyyah) dan 1 madzhab Zhahiri. Pendapat yang masyhur di kalangan Ahlus Sunnah, madzhab fikih itu hanya ada 4 saja, yaitu madzhab Abu Hanifah (Hanafi), Imam Malik (Maliki), Imam Syafi’i (Syafi’i), dan madzhab Imam Ahmad (Hanbali). Kalau ada tambahan, paling madzhab Zhahiri. Itu pun tidak masyhur di kalangan Ahlus Sunnah. Lalu dalam buku SBSSW itu, si penulis Syiah berusaha membohongi kaum Muslimin, dengan mengatakan, bahwa dalam Islam ada sedikitnya 7 madzhab. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Bahkan madzhab Ja’fari dalam kalimat di atas disebut pada urutan pertama. Lebih busuk lagi, madzhab Syiah Imamiyyah yang merupakan salah satu sekte Syiah paling ekstrem, disebut sebagai madzhab Islam juga. Allahu Akbar!

Kalimat di atas juga mengandung kebodohan yang sangat telanjang. Coba perhatikan kalimat berikut ini: Sedangkan “Mazhab Salaf” tidak pernah ada! Sebab ulama Salaf itu banyak, termasuk di dalamnya imam-imam mazhab yang tadi. (SBSSW, hal. 208). Kalimat seperti ini hanya mungkin dikatakan oleh orang gila. Bayangkan, si penulis secara tegas mengklaim, bahwa madzhab Salaf itu tidak ada. Tetapi pada kalimat yang sama, dia mengakui bahwa imam-imam madzhab (seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad), termasuk bagian dari ulama Salaf. Si penulis bermaksud mementahkan eksistensi madzhab Salaf, tetapi saat yang sama dia mengakui bahwa imam-imam madzhab itu termasuk imam madzhab Salaf. Kalau dia jujur ingin mengatakan, bahwa madzhab Salaf tidak ada, berarti madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, atau Hanbali juga tidak ada. Ya bagaimana lagi, wong mereka itu imam-imam Salaf kok. Si penulis itu mengakui, bahwa mereka adalah imam-imam Salaf.

Sangat disayangkan dalam hal ini, KH. Ma’ruf Amin, salah satu Ketua MUI, ikut mendukung buku ini. Padahal MUI sendiri pada tahun 1984 pernah mengeluarkan fatwa yang menjelaskan pokok-pokok kesesatan paham Syiah menurut Ahlus Sunnah, kemudian MUI meminta Ummat Islam mewaspadai sekte ini. (Lihat situs voa-islam.com, tentang tersebarnya fatwa palsu MUI tentang Syiah yang ditulis anggota MUI, Prof. Dr. Umar Shihab. Fatwa itu mengklaim bahwa paham Syiah tidak sesat menurut MUI. Lalu redaksi voa-islam.com mencantumkan fatwa MUI asli yang dikeluarkan tahun 1984, tentang aspek-aspek kesesatan Syiah).

Bahkan KH. Ma’ruf Amin pernah diminta MUI untuk mengkaji tentang haramnya Nikah Mut’ah di kalangan Syi’ah. (Lihat Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, karya Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, hal. 144. Jakarta, Pustaka Al Kautsar, tahun 2006).

Seharusnya beliau membaca secara teliti buku SBSSW itu, sebelum mempromosikannya ke tengah masyarakat. Kalau ingin membantah KH. Ma’ruf Amin ini, kita merasa tidak enak, sebab beliau termasuk ulama sepuh di negeri kita. Tetapi kalau melihat keterlibatan beliau dalam mendukung buku SBSSW itu, kita sangat menyesalinya. Bisakah disini dikatakan bahwa KH. Ma’ruf Amin ikut mendukung paham Syiah? Wallahu A’lam bisshawaab. Semoga saja dukungan KH. Ma’ruf Amin ini hanyalah merupakan ketergelinciran seorang alim dan semoga ia segera dihapus dengan pernyataan bara’ah (berlepas diri dari buku SBSSW itu). Kalau beliau tidak melakukannya, secara pribadi saya akan menyebut beliau sebagai pendukung Syiah dan SEPILIS. Siapapun yang terlibat mempromosikan ajaran sesat (Syiah dan SEPILIS) tidak layak didoakan mendapat khusnul khatimah, karena promosi seperti itu bisa membuat ribuan kaum Muslimin mati dalam keadaan su’ul khatimah. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

5. Pemicu pertikaian besar sesama kaum Muslimin
Buku ini bisa memicu pertikaian besar di tengah kaum Muslimin. Mengapa dikatakan demikian? Sebab sang penulis tidak mengidentifikasi kaum Wahabi dengan ciri-ciri yang jelas. Dengan sendirinya masyarakat akan bingung memahami, Wahabi itu apa dan bagaimana? Perlu diketahui, yang mengajarkan Tauhid, Sunnah, ilmu, dan dakwah, bukan hanya dakwah Wahabi. Jamaah-jamaah Islam yang lain juga mengajarkan hal itu.

Contoh, gerakan Ikhwanul Muslimin. Manhaj gerakan ini merujuk kepada Ushulul Isyrin (prinsip 20) yang diajarkan Syaikh Hasan Al Bana rahimahullah. Dalam prinsip itu juga diajarkan tentang pentingnya Tauhid, buruknya syirik; pentingnya Sunnah, buruknya bid’ah. Bahkan ormas Islam seperti Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, Dewan Dakwah (DDII), Pesantren Hidayatullah, Wahdah Islamiyyah, dll. juga mengajarkan Tauhid, Sunnah, ilmu, dan dakwah. Begitu pula Majelis Mujahidin, Jamaah Ansharut Tauhiid, dan yayasan-yayasan dakwah Salafi. Jika masyarakat salah paham, mereka akan menyangka bahwa semua organisasi, lembaga, atau yayasan itu harus dibenci dan dimusuhi, karena mereka dianggap Wahabi.

6. Terang-terangan mengajarkan prinsip-prinsip kesesatan
Buku ini secara jelas telah mengajarkan prinsip-prinsip KESESATAN secara telanjang. Disini akan disebutkan beberapa pernyataan penulis. Coba perhatikan kalimat berikut ini: “Sesungguhnya Salaf tidak pernah sama dalam memahami berbagai masalah agama yang begitu komplek.” (SBSSW, hal. 201). Ini adalah jenis KESESATAN BESAR. Kalimat ini jelas meniadakan Al Ijma’ di kalangan para Shahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. Padahal para ulama sudah sepakat, kalau suatu urusan telah menjadi ijma’ (konsensus) mayoritas Shahabat, hal itu menjadi dasar hukum yang kuat. Misalnya ijma’ Shahabat dalam memilih empat Khalifah (Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu, Umar Radhiyallahu 'anhu, Utsman Radhiyallahu 'anhu, dan ‘Ali Radhiyallahu 'anhu) sebagai pemimpin Ummat. Ijma’ ini tidak diragukan lagi. Begitu pula ijma’ mereka dalam Jihad Fi Sabilillah, penulisan Mushaf Al Qur’an, menyatukan bacaan Al Qur’an, Shalat berjamaah di masjid, Shalat ‘Ied, Shalat Istisqa’, menyelenggarakan Zakat, Shaum Ramadhan, manasik Haji, dll. Apa saja yang dilakukan secara jama’i oleh Shahabat Ra, dan tidak ada pengingkaran mereka atas hal itu, ia adalah Ijma’ Shahabat.

Kalau dikatakan Salaf tidak pernah sama dalam segala masalah agama, otomatis mereka selalu berselisih dan berselisih. Disini mengandung dua tuduhan dahsyat. Pertama, penulis itu telah menuduh para Shahabat Radhiyallahu 'anhum bermental buruk, sehingga sulit menyatukan kalam.

Di mata kaum Syiah, mencela, menghina, atau merendahkan para Shahabat Radhiyallahu 'anhu bukan sesuatu yang aneh. Bahkan melaknat para Shahabat itu telah menjadi amal shalih tersendiri. Na’udzbillah min dzalik.

Mereka selalu berpecah-belah, tak pernah bersatu. Kedua, penulis juga menuduh ajaran Islam sebagai biang perpecahan. Padahal secara hakiki, Islam mengajarkan prinsip Al Jamaah, yaitu persatuan Ummat. Bahkan ada ulama yang mengatakan, perpecahan adalah qurrata a’yun-nya syaitan. Karena syaitan sangat berkepentingan terhadap perpecahan Ummat

Kemudian, perhatikan kalimat berikut ini, “Siapa saja yang ahli atau telah memenuhi syarat dalam memahami teks-teks agama, dia berhak atas hal itu, tidak wajib mengikuti pemahaman Salaf seperti yang disangkakan Salafi Wahabi.” (SBSSW, hal. 205). Lihatlah betapa beraninya ucapan penulis ini! Dia begitu meremehkan kaum Salaf, dan merasa dirinya setara dengan Salaf. Innalillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Sudah masyhur tentang kisah Imam Malik rahimahullah. Beliau pernah ditanya 40 pertanyaan, dan sebagian besar pertanyaan itu dijawab dengan kalimat, “Laa ad-riy” (aku tidak tahu). Hanya satu pertanyaan yang beliau jawab. Lihatlah, betapa sangat hati-hatinya Imam Malik dalam berfatwa. Padahal siapa yang meragukan pengetahuan beliau tentang Islam? Ajaran yang menyuruh Ummat Islam mengikuti jejak Salafus Shalih, bukanlah monopoli kaum Wahabi. Hal itu disebutkan dalam Al Qur’an, Surat At Taubah ayat 100:

“Dan orang-orang yang mula pertama masuk Islam, dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan, Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah telah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan besar.”

Disini ada kalimat “walladzinat taba’uu hum bil ihsan” (dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan). Ini adalah dalil qath-iy tentang pentingnya mengikuti jejak Salafus Shalih (para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in).

Lucunya, si penulis dalam bukunya ternyata getol mengikuti konsep keilmuwan yang ditinggalkan para Salaf, setidaknya dalam soal riwayat hadits-hadits. Bisa dikatakan disini, “Tanpa peranan generasi Salaf, kita hari ini tidak akan memiliki ilmu apapun.”

Di halaman lain penulis SBSSW berkata: “Bagaimana mungkin mereka mengharuskan kita mengikuti madzhab Salaf, kalau namanya saja tidak ada? Sebab tidak pernah ada dan tidak pernah dikenal dalam sejarah peradaban umat Islam, apa yang dinamakan madzhab Salaf.” (SBSSW, hal. 207-208). Ini adalah puncak kebodohan si penulis. Memang dalam Al Qur’an atau As Sunnah, tidak disebutkan secara eksplisit “madzhab Salaf.” Tetapi kaum Salaf itu ada dan nyata. Kaum Salaf adalah para Shahabat Nabi, Khulafaur Rasyidin, Ahlul Bait Nabi, kaum Muhajirin, kaum Anshar, peserta Perang Badar, peserta Bai’at Ridhwan, dll. Begitu pula Imam madzhab fiqih, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal; para imam ahli hadits, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ibnu Majah, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Ad Darimi, dll. Semua itu adalah kaum Salaf. Mereka ada dan nyata. Hanya orang-orang pandir yang akan mengingkari mereka.

Kita tidak perlu mencari-cari sebutan “madzhab Salaf” untuk mengikuti jejak mereka. Adanya eksistensi kaum Salaf yang merupakan generasi terbaik Ummat ini, itu sudah menunjukkan adanya manhaj Salaf. Seperti pernyataan kaum Badui yang masih bersih fithrah ketika ditanya tentang eksistensi Allah. “Adanya jejak kaki dan kotoran hewan, bisa menunjukkan adanya kafilah yang melintasi padang pasir. Begitu pula, adanya bintang-bintang di langit menunjukkan adanya Sang Pencipta alam semesta.” Adanya suatu kaum yang memiliki sifat-sifat tertentu, hal itu sudah membuktikan adanya manhaj kaum tersebut. Kalau kemudian manhaj Salaf hendak dibuang, jelas akan bubar agama ini. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik. Bagaimana bisa kita memahami Islam, tanpa metode yang dicontohkan kaum Salaf? Adapun bentuk mengikuti manhaj Salaf itu secara kongkritnya ialah mengikuti dan melestarikan kaidah-kaidah ilmiyah yang diwariskan kaum Salaf di bidang Al Qur’an, Tafsir, ilmu Hadits, Akidah, Fiqih, Ibadah, hukum Haad, Siyasah, Suluk, ilmu bahasa, sastra Arab, dll. Sejauh kita beragama mengikuti kaidah-kaidah ilmiah itu, berarti kita telah mengikuti Salaf. Dan kaidah-kaidah inilah yang selama ini hendak dihancurkan oleh para penganut SEPILIS.

7. Kurang ajar kepada para Ulama
Buku ini mengajarkan sikap kurang ajar kepada para ulama yang telah diakui oleh Ummat. Perilaku seperti ini sudah khas menjadi ciri kaum Syiah dan SEPILIS. Mereka tidak segan-segan menyerang Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari, Az Zuhri, bahkan melecehkan para Shahabat Ra. Salah satu bukti sikap kurang ajar ke ulama ialah perkataan penulis berikut ini: “Menurut hemat penulis, dalam masalah ini (yaitu soal apakah Al Qur’an itu makhluk atau bukan –pen.), Imam Ahmad lah yang keliru. Sebab Allah Subhanahu wata'ala secara terang berfirman dalam Al Qur’an, ‘Ma ya’tihim min dzikrin min robbihim muhdatsin’ (tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur’an pun yang muhdats/baru dari Tuhan mereka).” [QS. Al Anbiya’: 2].

Lihat, betapa lancangnya si penulis dalam membantah Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah! Dia merasa lebih pandai dari Imam Ahmad. Masya Allah.

Dengan berdalil memakai surat Al Anbiya’ ayat 2 ini, penulis hendak mematahkan akidah Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa Al Qur’an itu Kalamullah, bukan muhdats (ciptaan baru). Menurut si penulis, Al Qur’an itu ciptaan baru alias makhluk. Namun sangat curangnya, dia memotong kelanjutan dari ayat tersebut. Kelanjutannya adalah, “Illa istama’uhu wa hum yal’abuun” (melainkan mereka mendengarkan, namun dengan main-main). Jadi yang dimaksud dalam Surat Al Anbiya’ ayat 2 itu ialah celaan terhadap sikap buruk orang musyrikin, tatkala datang ayat-ayat Allah yang baru (karena memang Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur), mereka mendengarkan tetapi sambil bermain-main. Ayat ini berkaitan dengan kelakuan orang musyrik, bukan dalil bahwa Al Qur’an itu makhluk. Kalau tidak percaya, silakan Pembaca periksa sendiri ayat tersebut menurut versi terjemahan paling popluler di Indonesia, yaitu Departemen Agama RI. Ulama akidah menjelaskan, bahwa keyakinan ‘Al Qur’an itu makhluk’, apabila didasari pengetahuan dan kesengajaan, akan membuat kafir pelakunya. Sebab dengan keyakinan itu mereka hendak menyamakan Al Qur’an dengan makhluk, yang tentu di siksi makhluk terdapat banyak kelemahan dan kesalahan. Siapapun yang meyakini demikian, berarti dia telah kufur kepada Al Qur’an. Padahal salah satu syarat keimanan adalah at tashdiqu bil qalbi (pembenaran dengan hati). Kalau hatinya sudah kufur kepada Al Qur’an, otomatis imannya pun gugur. Maka orang-orang Syiah yang meyakini bahwa Al Qur’an telah diubah-ubah oleh para Shahabat Nabi Saw termasuk ke golongan gugur iman itu. Na’udzubillah minal kufri.

Di sisi lain, penulis ini dengan sangat lancang mengatakan: “Jadi benar apa yang disangkakan selama ini, bahwa ternyata Salaf yang mereka maksud, tidak lain dan tidak bukan, adalah Ibnu Taimiyah dan CS-nya.” (SBSSW, hal. 220). Begitu juga: “Sudah jelaslah, siapakah sebenarnya yang mereka ikuti, yakni Ibnu Taimiyah, Ibnu Abdul Wahab dan CS-nya, yang mereka klaim sebagai ‘Salaf’.” (SBSSW, hal. 222). Menyebut ulama besar dengan kata “CS-nya” bukanlah adab manusia terpelajar. Ia hanya pantas dilakukan manusia-manusia otak kotor. Lebih buuk lagi si penulis mengatakan: “Begitu juga dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, tokoh pendiri Wahabi –sosok temperamental dan kejam yang telah membunuhi ribuan umat Islam semasa hidupnya-, hampir semua ulama yang hidup sezaman dengannya menganggap ajarannya sesat.” (SBSSW, hal. 223).

Jahatnya, si penulis sama sekali tidak pernah bisa membuktikan, bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah membunuh manusia, apalagi sampai ribuan manusia. Itu tak ada bukti valid yang bisa dipegang.

Penulis ini tentu saja tidak segan melecehkan ulama-ulama besar lain, seperti Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Al Albani, Syaikh Ibnu Jibrin, Syaikh Shalih Fauzan, bahkan melecehkan dewan fatwa Saudi, Lajnah Da’imah. Kalau sudah begini, apalagi yang bisa diharapkan dari penulis ini? Masih adakah kebaikan disana?

8. Memakai metode intelijen untuk mengadu-domba umat Islam
Dalam mengkritik gerakan dan paham Wahabi, penulis jelas-jelas menggunakan metode TAJASSUS alias mencari-cari kesalahan. Cara demikian biasanya dilakukan kalangan intelijen anti Islam, untuk mengadu-domba Ummat. Metode tajassus bukan metode ilmiah, tetapi termasuk metode khianat dalam ilmu. Metode tajassus pertama kali dikembangkan oleh Fir’aun dan Bani Israil, ketika mereka selalu mencari-cari kesalahan Musa 'Alaihissalam. Bahkan tajassus itu termasuk perbuatan haram. Dalam Al Qur’an disebutkan, “Wa laa tajas-sasuu” (dan janganlah kalian saling mencari-cari kesalahan). [Al Hujuraat: 12].

Di hadapan sikap tajassus, tidak ada seorang manusia pun yang selamat dari kesalahan. Namanya juga mencari-cari kesalahan; kalau tidak ketemu, ya dipaksakan agar tetap ada kesalahan. Dalam buku SBSSW itu penulis menyebut fatwa Syaikh Bin Baz tentang “bumi tidak berputar.” Di antara sekian banyak fatwa-fatwa Syaikh Bin Baz yang bermanfaat, sehingga Dr. Yusuf Al Qaradhawi pernah menyebut beliau sebagai Al Imamul Jazirah, ternyata oleh penulis diambil fatwa tentang “bumi tidak berputar ini” (hal. 220-221). Begitu pula penulis ini menyebut pendapat Ibnu Taimiyyah yang ganjil tentang “siksa neraka untuk orang kafir tidak kekal” (hal. 184). Pendapat-pendapat seperti ini bukan pendapat utama mereka. Ia adalah pendapat “recehan” di sisi sedemikian banyak pendapat-pendapat mereka yang berkualitas. Tetapi karena memang dasarnya benci, apapun kesalahan yang dijumpai akan dipakai untuk menyerang.

Salah satu yang lucu ialah ketika si penulis mengutip pandangan Dr. Said Ramadhan Al Buthi dalam bukunya, As Salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarakah Laa Madzhab Islami. (SBSSW, hal. 27). Dengan dasar buku ini dia menuduh ulama-ulama Wahabi tidak mengikuti madzhab apapun. Padahal para ahli-ahli Islam sudah mafhum, bahwa ulama-ulama Saudi, termasuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah, mereka itu pengikut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. Ini sangat nyata dan jelas.

Dalam soal “Al Qur’an adalah Kalamullah” jelas-jelas mereka mengikuti akidah Imam Ahmad. Begitu pula Bahkan Syaikh Al Albani rahimahullah telah menyusun kitab Al Irwa’ul Ghalil, sebanyak total 9 jilid. Kitab ini berisi takhrij hadits-hadits yang termuat dalam kitab Manarus Sabil yang menjadi pegangan fiqih madzhab Hanbali. Ulama-ulama Wahabi pun giat memberikan syarah terhadap kitab Aqidah Thahawiyyah, yang bersumber dari akidah Imam Abu Hanifah rahimahullah. Dan begitu bencinya penulis ini kepada Wahabi, sampai dia menulis: “Pembagian tauhid semacam itu tidak terdapat juga di dalam karya murid-murid Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal seperti Ibnu Al Jauzi dan Al Hafizh Ibnu Katsir.” (SBSSW, hal. 236).

Kalau dunia ilmiah sudah dimasuki metode tajassus ini, hasilnya hanyalah kerusakan, dendam, dan kesesatan. Tidak ada kebaikan dari metode yang dibangun di atas cara haram. Bukankah tajassus diharamkan dalam Al Qur’an?

9. Penulisnya tertimpa penyakit Gila
Penulis ini (Idahram) termasuk orang-orang yang sudah tertimpa penyakit “gila.” Di dalam bukunya ini tercampur-baur berbagai macam pemikiran, akidah, fitnah, kebohongan, dendam kesumat, kecurangan, dan sebagainya. Bahkan di dalamnya terdapat banyak kontradiksi-kontradiksi.

Contohnya, perhatikan kalimat berikut ini: “Kita harus melepaskan pemahaman-pemahaman tersebut dan kembali kepada Al Qur’an, Sunnah Rasul Shallalahu 'alaihi wasallam, dan ilmu bahasa Arab sebagai alatnya. Lalu, kita pakai otak kita untuk memahami dan menelaah perkara-perkara yang diperselisihkan tersebut, sehingga akan jelas bagi kita saat itu, mana pendapat yang benar dan mana yang salah di antara mereka. Kita kembali kepada pemahaman kita, bukan kepada pemahaman Salaf.” (SBSSW, hal. 211).

Lihatlah betapa beraninya penulis dalam meninggikan otaknya di atas ilmu para Salaf yang mulia. Kemudian baca kalimat berikut ini: “Sebab, jika semua orang Arab ‘berhak’ untuk menafsirkan Al Qur’an sekehendak hatinya, tanpa mengerti rambu-rambunya, dan boleh berijtihad tanpa keahlian yang dia miliki, maka semua orang Arab menjadi ulama. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Tidak semua orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang ‘lebih dajjal’ daripada dajjal. Itulah sebabnya, kenapa tidak sembarang orang boleh berijtihad dan mengeluarkan fatwa.” (SBSSW, hal. 224).

Dua kutipan ini tentu sangat mencengangkan; satu sisi memberi kebebasan penuh kepada akal untuk mencerna perselisihan-perselisihan agama; di sisi lain tidak boleh sembarangan memahami agama dengan akal sendiri. Padahal jarak antara kalimat pertama dan kedua hanya beberapa halaman saja.

Kegilaan itu merata dalam buku si penulis. Ketika dia membahas hadits-hadits tentang Najd, dia mengklaim bahwa Najd adalah tempatnya fitnah, tempatnya puncak kekafiran, tempatnya “tanduk setan.” Tetapi ketika membahas tentang kekejaman kaum Wahabi (seperti yang dituduhkan penulis), dia menyebutkan kota-kota di Najd yang menjadi sasaran keganasan kaum Wahabi, seperti Thaif, Qashim, Ahsa, Uyainah, Riyadh, Syammar, dan lainnya. (Lihat SBSSW, hal. 77-106).

10. Mendukung serangan kaum Islamophobia terhadap dakwah
Dan terakhir, di antara bahaya terbesar di balik tersebarnya buku ini, adalah suatu kenyataan, bahwa Wahabi hanya merupakan SASARAN KESEKIAN dari serangan orang-orang ini. Serangan ini merupakan satu agenda, di samping agenda-agenda serangan lain.

Tentu kita masih ingat munculnya buku, “Ilusi Negara Islam.” Di sana gerakan-gerakan dakwah Islam internasional juga mendapatkan stigmatisasi, dengan label “gerakan transnasional.” Tujuannya, agar masyarakat Indonesia membenci gerakan-gerakan dakwah dari luar negeri itu.

Kita menyadari, kaum Syiah, penganut SEPILIS, Yahudi-Nashrani, orientalis Barat, aliran-aliran sesat, mereka sudah sepakat untuk menghancurkan fondasi ajaran Islam dari dasar-dasarnya. Siang malam mereka berjuang untuk merealisasikan tujuan penghancuran Akidah, Syariat, dan Peradaban Islam. Seperti LSM SETARA Institute.

Adalah sangat ajaib ketika Said Agil Siraj, Ketua PBNU, memberikan dukungan terbuka terhadap buku SBSSW ini. Apa tujuannya? Apakah ingin menghancurkan dakwah Islam, ilmu Syariat, merusak persatuan Ummat, dan mencerai-beraikan proyek-proyek pembangunan Islam selama ini? Di mana kualitas intelektualitas seorang Said Agil Siraj sebagai “profesor doktor” dan Ketua PBNU? Tidak ingatkah Said Agil Siraj bahwa dia mendapat gelar doktor setelah menamatkan studi di Universitas Ummul Qura’, yang dikelola kaum Wahabi?

Kalau kata orang Jawa Timur, “Yo, sing nduwe isin-lah, Pak!” Anda sudah kenyang mendapat fasilitas dari kaum Wahabi, bahkan anak-anak Anda lahir di bawah kemurahan kaum Wahabi, lalu kini Anda ikut menyerang paham Wahabi dengan membabi-buta. Apakah dulu di pesantren Anda tidak diajari pelajaran adab seorang Muslim?

Kalau membaca buku SBSSW itu, saya yakin bahwa posisi Said Agil Siraj ini –semoga Allah membalas perbuatannya secara adil dan menjadi ibrah besar bagi kaum Muslimin di Nusantara- bukan hanya sebagai pemberi kata pengantar. Saya yakin, Said Agil Siraj terlibat langsung di balik proyek penerbitan buku-buku propaganda ini.

Menurut Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, sosok Said Agil Siraj ini pernah dikafirkan oleh 12 orang kyai. Ada pula yang melayangkan surat ke Universitas Ummul Qura, meminta supaya mereka mencabut gelar doktor Said Agil. (50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, karya Budi Handrianto, hal. 160. Jakarta, Pustaka Al Kautsar, 2007).

Demikianlah sekilas pandangan tentang buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi,” karya Syaikh Idahram. Buku ini andaikan ditulis dengan semangat kejujuran, metode ilmiah Islami, serta upaya melakukan koreksi terhadap sesama Muslim, dalam rangka memperbaiki kehidupan Ummat; tentu upaya itu akan disambut dengan rasa syukur. Sekurangnya, ia akan dipandang sebagai sumbangan ilmiah berharga. Tetapi dengan performa judul, metode penulisan, serta sekian banyak kecurangan yang dilakukan penulis; tidak diragukan lagi bahwa buku SBSSW itu ditujukan untuk merusak kehidupan kaum Muslimin.

Secara pribadi saya menghimbau agar para ahli-ahli Islam segera “turun tangan” untuk membuat analisis obyektif atas buku SBSSW itu. Kemudian hasilnya, silakan sampaikan kepada khalayak kaum Muslimin. Saya sendiri berpandangan, buku ini sangat berbahaya, dan sudah selayaknya di-black list, atau ditarik dari peredaran.

Akhirul kalam, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu merahmati kaum Muslimin di negeri ini, menolong mereka atas segala prahara berat yang menimpa, menyantuni mereka atas segala konspirasi jahat yang dilontarkan musuh-musuh Islam, serta meluaskan hidayah ke seluruh sudut negeri, agar lebih banyak manusia yang hidup di atas keshalihan; bukan di atas khianat, kedengkian, dan permusuhan terhadap Islam. Allahumma amin. Wallahu a’lamu bis-shawab. []

Sumber:

Entri Populer

Ingin dapat Diskon 10% untuk stiap order herbal tanpa syarat, klik Like/Suka Fanpage kami di bawah ini